CERITANEWS, Jakarta - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kota Jakarta Timur mengadakan sosialisasi pengawasan pemilu partisipatif di Aula Hotel Balairung lantai 12, Matraman, Jakarta Timur, pada Rabu 9 November 2022.
Peserta terdiri dari tiga puluh orang Panitia Pengawas Pemilu tingkat Kecamatan (Panwascam) se-Jakarta Timur dan sejumlah elemen mahasiswa dan media massa.
Tampak hadir pada kesempatan itu, Ketua Bawaslu Kota Jakarta Timur Sakhroji didampingi KH Marhadi sebagai Kepala Divisi Pengawasan Bawaslu Kota Jakarta Timur dan komisioner Bawaslu lainnya.
Sementara itu, selaku pembicara hadir dari kalangan intelektual atau akademisi baik internal Bawaslu maupun eksternal salah satunya Muhammad Kholid Syeirazi l, Ketua Ikatan Sarjana Nahdatul Ulama (ISNU) sekaligus dosen Universitas Indonesia.
"Alhamdulillah pada hari ini kita bisa mengadakan kegiatan ini yang kita undang jajaran Panwascam dan pihak media. Harapannya bisa menyosialisasikan jajaran Panwascam supaya bisa mengidentifikasi potensi-potensi pelanggaran yang akan terjadi di wilayah masing-masing," tutur Kepala Divisi Pengawasan Bawaslu Jakarta Timur, Marhadi, pada awak media di Jakarta, 9 November 2022.
Lebih lanjut Marhadi mengungkapkan bahwa selain mengidentifikasi potensi pelanggaran pemilu, Panwascam juga harus bisa memberikan solusi dengan melibatkan masyarakat luas (partisifatif).

Adapun potensi pelanggaran yang dimaksud Marhadi di antaranya penggunaan politik uang dan politik SARA atau Identitas.
"Pencegahan money politic, hoaks, hate speech, politik SARA maka masyarakat bisa melaporkan kepada jajaran kita yang terdekat atau call center Bawaslu dan kita akan menindaklanjuti," imbuhnya.
Ia mengajak masyarakat bisa terlibat dalam mengawasi penyelenggaraan pemilu nanti sebagai wujud rasa memiliki.
"Dalam mendukung calon pemimpinnya jangan menggunakan isu SARA tetapi ke depankan kualitas dan program-program yang bisa diterima masyarakat," tandasnya.
Saat yang sama, Ketua Ikatan Sarjana NU (ISNU) Muhammad Kholid yang juga selaku pembicara pada kesempatan itu menekankan bahaya penggunaan isu SARA dan politik identitas pada pemilu nanti.
"Potensi-potensi yang merusak pemilu seperti politik uang politik SARA sebagai tugas bersama baik penyelenggara pemilu, masyarakat untuk mencegah dan mengantisipasinya," ucapnya.
Menurut dosen UI ini, politik SARA lebih berbahaya dibandingkan politik uang yang hanya berdampak lokal.
"Politik uang mungkin dampaknya hanya lokal tetapi politik SARA dampaknya nasional," imbuhnya.